Hukum Menjual Bulu Babi dalam Perspektif Berbagai Mazhab
Babi adalah hewan darat yang dalam pandangan agama Islam hukumnya haram untuk dikonsumsi. Hal ini memang sudah terbukti secara medis bahwa kandungan daging babi tidak lah sehat bagi tubuh manusia. Salah satu alasannya adalah adanya kandungan cacing pita dalam daging babi.
Meskipun tidak sedikit dari orang yang tidak beragama Islam mengkonsumsi daging babi. Tapi semua itu kita kembalikan lagi kepada hak-hak mereka. Karena agama Islam sendiri adalah agama yang memegang teguh adanya toleransi.
Agama Islam dalam menetapkan suatu hukum, pasti dan sudah pasti memiliki alasan yang kuat untuk kebaikan manusia sendiri. Misalnya dalam hal haramnya mengkonsumsi daging babi ini.
Nah, lantas bagaimana hukumnya menjual belikan bulu babi yang statusnya pasti bukan untuk dimakan atau konsumsi?, Penasaran dengan jawabannya?. Pada artikel kali ini saya akan mencoba menjelaskan kepada anda tentang hukum menjual belikan bulu babi dari berbagai pandangan para imam Mazhab. Dan berikut ini adalah penjelasannya:
Hukum Menjual Bulu Babi dalam Perspektif Berbagai Mazhab

Pada dasarnya para ulama ahli fiqih sepakat bahwa hukum mengkonsumsi dan memperjualkan babi adalah haram. Hal ini dilandaskan dari firman Allah azza wa jalla pada surat al-Maidah ayat 3 yang berbunyi:
"حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزير".
Artinya: diharamkan bagi kamu semua (memakan) bangkai, darah, dan daging babi.
Akan tetapi para ulama ahli fiqih berbeda pendapat pada hal hukum menjual belikan bulu babi. Perlu diketahui sebelumnya bahwa yang dimaksud bulu babi di sini adalah bulu hewan babi darat bukan bulu babi hewan yang ada di laut.
Setidaknya ada dua pendapat mashur yang dipakai dalam menanggapi persoalan ini, yaitu:
Pendapat pertama, Abu Hanifah dari Mazhab Hanafiyah dan Ibn Qasim dari Mazhab Malikiyah berpendapat bahwa boleh hukumnya menjual belikan bulu babi. Hal ini karena mereka beralasan bahwa bulu babi boleh digunakan untuk membuat manik-manik dan adanya kebutuhan akan bulu babi yang mendesak.
Pendapat kedua, Mazhab Syafiiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tidak boleh menjual belikan bulu babi dan menggunakan nya untuk membuat manik-manik. Hal ini karena mereka beralasan bulu babi adalah benda yang najis.
Baca Juga: Basmalah dan Hukumnya Ketika Salat dalam Prespektif Berbagai Mazhab
Pada kesimpulannya, menurut Dr. Walid Salah Mursi (pengajar di Universitas Al-Azhar fakultas Dirasat Islamiyah wa Arabiyah jurusan Fiqih Muqaran) bahwa pendapat yang kuat adalah pendapat pertama yaitu pendapatnya Abu Hanifah dari Mazhab Hanafiyah dan Ibn Qasim dari Mazhab Malikiyah (hukumya boleh). Dr. Walid Salah Mursi menambahi bahwa hukumnya boleh akan tetapi makruh, karena adanya hal yang mendesak dan kebutuhan akan hal tersebut.
itulah tadi penjelasan mengenai persoalan bulu babi dalam hal hukum menjual belikan. Seperti yang anda ketahui tadi, tentunya dalam menyikapi sebuah permasalahan pasti tidak sedikit dari para ulama berbeda pendapat. Tapi yang perlu anda garis bawahi adalah mereka pasti memiliki dasar-dasar dan alasan yang kuat dalam memberikan pendapat.
Hal ini lumrah terjadi karena perbedaan adalah rahmat, perbedaan adalah hal yang indah. Dalam suatu riwayat nabi Muhammad salallahu alaihi wa sallam bersabda:
اِخْتِلَافُ أُمَتِي رَحْمَةُ
Artinya: Perbedaan umatku adalah sebuah rahmat.
Begitulah agama islam memandang sebuah perbedaan. Dan bila anda mendapatkan kesalahan dalam artikel ini saya meminta maaf sebesar-besarnya. Akhir kata, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi semua orang yang membacanya, selamat membaca.